Virus Corona Bisa di Hindari Bukan Vonis Mati
Ahli Mikrobiologi Lipi Sugiyono |
Liputan96.com, Jakarta - Indonesia ternyata tak kebal terhadap virus corona baru atau Covid-19. Pada 2 Maret 2020, Presiden Jokowi secara langsung mengumumkan bahwa ada dua WNI yang positif terinfeksi. Publik sontak geger. Pasar dan swalayan diserbu pembeli yang panik, oknum pedagang nakal pun mencoba ambil untung dengan cara menimbun masker hingga hand sanitizer.
Covid-19 memang menakutkan, tapi itu lebih karena ketidaktahuan kita. Sifatnya hingga kini memang masih misterius. Virus corona bisa menular antar-manusia, lewat percikan atau droplet yang menyembur dari batuk atau bersin dari orang yang terinfeksi, bahkan sebelum gejala muncul (asymptomatic).
Itu mengapa, Covid-19 menyebar dengan cepat, hingga ke lima benua. Para ilmuwan yang ada di Benua Antarktika nan dingin dan terpencil juga merasa perlu bersiap siaga.
Hingga Senin 9 Maret 2020 pukul 19.00 WIB, tercatat ada 111.321 kasus positif Covid-19 di seluruh dunia, 19 di antaranya ada di Indonesia. China Daratan, Korea Selatan, Italia, Iran, dan Prancis menempati urutan lima terbanyak dalam hal jumlah kasus.
Jumlah kematian tercatat sebanyak 3.892 jiwa. Namun, jangan dilupakan bahwa mereka yang pulih jauh lebih banyak yakni 62.373 orang. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebut, tingkat kematian akibat Covid-19 saat ini adalah 3,4 persen, lebih rendah dari SARS (9,63 persen) dan MERS (34,45 persen).
Virus Corona Bisa di Hindari Bukan Vonis Mati
Jadi jangan panik. Covid-19 terbukti bukan vonis mati. Terbuka peluang bagi kita untuk menghindarinya.
Ahli mikrobiologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Sugiyono Saputra memaparkan, Covid-19 sebenarnya juga tak lebih mematikan dibanding virus lainnya yang sejenis.
"Kalau kita bandingkan ya, coronavirus ini memang sama juga seperti HIV dan Ebola, sama-sama ssRNA (single-stranded RNA) virus. Tapi kalau kita bandingkan keganasannya, jelas lebih ganas Ebola dan HIV/AIDS," ungkap Sugiyono kepada Liputan6.com di Kantor LIPI, Cibinong, Rabu (4/3/2020).
"Untuk fatality rate-nya (tingkat kematian), untuk kasus Ebola 90 persen. Jadi cukup tinggi. Bisa dibayangkan kalau misalnya ada 100 orang penderita, 90 orangnya akan meninggal," sambung dia.
Sugiyono menegaskan, pasien yang meninggal karena Covid-19 pun umumnya mereka yang berusia lanjut, serta memiliki riwayat penyakit lain. Yakni seperti jantung, asma, diabetes, dan lainnya.
Selain itu, tak benar bila dikatakan Indonesia tak bisa mendeteksi virus ini. Peneliti Bioteknologi LIPI, Ratih Asmana Ningrum menyebutkan, harga alat untuk mendeteksi Covid-19 terbilang tidak mahal untuk bidang medis dan penelitian.
"Sebetulnya alat yang dipakai untuk mendeteksi virus corona itu bukan alat baru, itu adalah alat yang biasa dipergunakan dalam riset-riset biologi molekuler, jadi sebetulnya banyak sekali fasilitas yang sudah memiliki alatnya," tutur Ratih.
"Mungkin yang belum terlalu banyak itu adalah laboratorium Judi Online yang spesifik bisa menangani sampel yang positif," dia melanjutkan.
BalasHapusayo daftar di agen365*com :D
WA : +85587781483